, namun para ilmuan dan sejarawan dewasa ini mulai menemukan berbagai macam sumber – sumber dan bukti sejarah yang dapat menjadi petunjuk bagaimana manusia zaman dahulu dapat bertahan hidup.
Manusia pra-aksara pada mulanya tidak mengenal hal-hal keterkaitan mengenai kepercayaan, kehidupan yang tetap, dan kesehatan. Masa ini dikenal dengan bercocok tanam tingkat awal/meramu, pada zaman ini hidup manusia purba hanya ditujukan untuk makan dan bagaimana mereka dapat bertahan hidup di alam yang sangat liar dan buas. Zaman ini berlangsung lebih kurang pada zaman Paleolithikum – Mesolithikum awal.
Pada kelanjutannya manusia pada masa Mesolithikum mulai bercocok tanam dengan cara berhuma atau membuka lahan dengan cara membakar dan menanam tanaman.
Namun , pada masa bercocok tanam tingkat lanjut manusia pra-aksara mengalami perubahan-perubahan yang sangat mendasar yakni manusia masa ini sudah berubah dari sebelumnya yang berburu (food gathering) sudah mulai bertani dan berternak untuk mendapat makanannya (food producing), selanjutnya manusia pada masa ini peneliti mengatakan bahwa hidupnya sudah menetap (sedenter) dari yang sebelumnya berpindah-pindah (nomaden).
Peneliti lainnya mengungkapkan pendapatnya bahwasanya manusia pada zaman ini hidupnya masih berpindah-pindah walaupun tidak seperti masa bercocok tanam tingkat awal atau yang dikenal dengan (semi-sedenter). Peneliti juga mengutarakan bahwa manusia pada Masa Bercocok Tanam tingkat lanjut ini berlangsung lebih kurang pada zaman Mesolithikum Tengah hingga Neolithikum Awal.
Manusia yang mendukung masa Bercocok Tanam tingkat lanjut ini adalah Homo Sapiens dari rumpun Proto Melayu yang bermigrasi ke Indonesia. Pada masa ini karena manusia pra-aksara belum mengenal sistem irigasi, sehingga mereka menggunakan sistem ladang berpindah bila tanah yang ditanami sudah tidak subur lagi. Hal ini masih dipertahankan dan terus dilakukan menjadi budaya di daerah Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Pada masa ini manusia juga sudah hidup berkelompok dalam suatu lingkup seperti desa. Di desa mereka sudah diterapkan aturan-aturan untuk menegakkan keadilan dalam masyarakat. Kegotong royongan juga sudah diterapkan pada masa ini, contohnya seperti membuat rumah bersama, dan membuat alat-alat dari tanah liat. Pertanggung jawaban dari adanya aturan yang ditetapkan adalah mereka juga sudah mulai memilih seorang pemimpin yang dikira memiliki suatu kelebihan dan keunggulan. Sistem pemilihan ini disebut dengan “Primus Interpares” yang dimana pemimpin itu memiliki fisik yang kuat, berwibawa, dan mampu memecahkan masalah.
Alat-alat yang digunakan pada masa ini sudah dari batu batu yang diasah hingga halus contohnya seperti : beliung persegi, belincung, dan kapak. Meski demikian mereka juga mulai bisa menganyam tembikar dan membuat alat sederhana dari tanah liat/gerabah.
Di akhir masa Bercocok Tanam tingkat lanjut, sistem kepercayaan manusia pra-aksara sudah mengenal tradisi penguburan meskipun belum sempurna seperti zaman Megalithikum. Manusia masa ini sudah mulai dan baru menganggap pasti ada kekuatan ghaib yang kuat pada roh-roh manusia yang meninggal.
Penyusun :
Agustin Wahyu Lestari (04)
Angga Budhi K (05)
Dea Novianingrum (11)
Enggar Puspitarini (12)
Muhammad Ezar A (19)
Satryo Sasono (24)
Ok
ReplyDelete